Sesungguhnya memanjangkan rambut adalah
sunnah. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Ahmad rahimahullah taala :
memanjangkan rambut itu adalah sunnah, seandainya kita mampu pasti kita
sudah memanjangkannya. Akan tetapi hal ini perlu penjagaan dan perhatian.
Ibnu Qayyim dalam kitabnya (Zadul Maad) berkata:
Rasulullah tidak diketahui membotak kepala , kecuali dalam ibadah (haji dan umrah).
Sesungguhnya sudah datang hadis-hadis sahih yang menerangkan akan
sifat (model) rambut Rasulullah Alaihi as-sholatu was-sallam. Di dalam
kitab (
Al-Mughni), dikatakan;
Dan rambut manusia
itu disukai seperti model rambut Nabi Sholallahu alaihi wa sallam,
apabila panjang sampai ke bahu, dan apabila pendek sampai ke cuping
telinganya. Kalau dipanjangkan tidak apa-apa.
Imam Ahmad telah menyatakan seperti itu.
Sesungguhnya memanjangkan rambut itu mesti mempunyai beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya :
1.
Ikhlas karena Allah Taala, dan mengikuti petunjuk Rasul, supaya mendapatkan balasan dan pahala.
2.Dalam memanjangkan rambut tersebut, hendaknya
tidak menyerupai wanita, sehingga dia melakukan apa yang dilakukan wanita terhadap rambutnya, dari jenis dandanan yang khusus bagi wanita.
3.Dia
tidak bermaksud untuk menyerupai ahli kitab (
kristen dan yahudi), atau penyembah berhala, atau orang-orang yang
bermaksiat dari kalangan muslimin seperti seniman-seniman dan artis
(panyanyi dan pelakon filem), atau orang-orang yang mengikuti langkah
mereka, seperti bintang sukan, dalam model potongan rambut mereka serta
dandanannya.
4.
Membersihkan rambut dan menyisirnya (sikat).
Dianjurkan memakai minyak dan wangi-wangian serta membelahnya dari
pertengahan kepala. Apabila rambutnya panjang dia menjadikannya
berkepang-kepang (anyam/jalin).
Adapun berkenaan botak,
Syeikh Ibnu Taimiyah telah membahas secara terperinci. Dia membagi pembahasannya menjadi empat bagian. Ringkasan pembahasannya (secara bebas ) :
Apabila botak itu
karena melaksanakan haji, umrah, atau untuk keperluan seperti berubat,
maka hal ini sudah konsisten dan disyariatkan, berdasarkan Al-Kitab
(Al-Quran) dan Sunnah, bahkan tidak ada keraguan dalam pembolehannya.
Adapun selain itu, maka hal tersebut tidak akan keluar dari salah satu, dari dua permasalahan :
Pertama: Dia membotakkanya berdasarkan (beranggapan botak itu) adalah
ibadah, (cermin) keagamaan, atau kezuhudan,
bukan karena haji atau umrah. Seperti orang menjadikannya botak itu
sebagai simbol dari ahli ibadah (orang yang banyak ibadahnya) dan ahli
agama. Atau dia menjadikannya sebagai simbol kesempurnaan zuhud dan
ibadah.
Maka dalam hal ini, Syeikh Islam telah berkata:
Membotak kepala adalah bidah yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan bukan pula hal yang wajib atau disukai oleh seorang pun dari
pemimpin-pemimpin agama. Tidak pernah diperbuat oleh salah seorang dari
sahabat-sahabat dan pengikut mereka yang baik. Juga tidak pernah
dilakukan oleh syeikh-syeikh kaum muslimin yang terkenal dengan
kezuhudan dan ibadah; baik (mereka) itu dari kalangan sahabat, tabiin,
dan tabi tabiin serta orang-orang sesudah mereka.
Kedua: Dia membotakkan
kepala bukan pada saat ibadah haji atau umrah, dan bukan karena
keperluan ( berubat ), serta bukan juga atas dasar mendekatkan ( diri
kepada Allah ) dan ritual, dalam masalah ini ulama mempunyai dua
pendapat :
Pendapat yang pertama:
Karahiyah (dibenci).
Pendapat ini adalah mazhab
Malik, dan lainnya. Juga salah satu riwayat dari
Ahmad. Beliau berkata :
Mereka ( ulama
) membenci hal itu ( botak tanpa sebab
). Hujjah orang yang berpendapat dengan pendapat ini adalah bahwa membotakkan kepala adalah syiar (simbol ) ahli bid’ah ( khawarij
). Karena khawarij membotakkan kepala mereka.
Sungguh Nabi shollallahu alaihi wa sallam telah bersabda tentang
mereka : Ciri-ciri mereka adalah botak . Sebagaimana sebagian orang
khawarij menganggap botak kepala itu merupakan bagian dari kesempurnaan
taubat dan ibadah. Di dalam kitab
shohih Bukhori dan Muslim disebutkan :
sesungguhnya
tatkala Nabi shollallahu alaihi wa sallam membagi (harta rampasan
perang ) pada tahun fath ( pembebasan Mekah ), dia didatangi seorang
laki-laki yang janggotnya lebat lagi ( kapalanya ) botak. Di dalam
musnad Imam Ahmad diriwayatkan dari Nabi Shollallahu alaihi wa sallam “Bukan dari golongan kami orang yang membotak kepala” . Ibnu Abbas berkata : Orang membotakkan kepalanya di seluruh negeri adalah syaitan .
Pendapat yang kedua:
Mubah ( dibolehkan membotakkan kepala ). Pendapat ini terkenal di kalangan pengikut
Abu Hanifah dan
Syafii. Juga merupakan riwayat dari
Ahmad.
Dalil mereka adalah, apa yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan
Nasai, dengan sanad yang sahih sebagaimana yang dikatakan oleh
pengarang kitab
Al- Muntaqo dari
Ibnu Umar,
sesungguhnya Nabi shollallahu alaihi wa sallam melihat seorang anak (
bayi ) sebagian kapalanya sudah dibotak dan sebagian yang lain
ditanggalkan ( tidak dibotak ), maka dia melarang dari perbuatan
tersebut, lantas bersabda “
Cukurlah keseluruhannya ( botak merata ) atau biarkan keseluruhannya ( tidak dicukur sama sekali )”.
Dan ( juga ) dihadapkan kepada baginda shollallahu alaihi wa sallam
anak-anak yang kecil setelah tiga ( hari dari kelahirannya ) lalu
membotakkan kepala mereka.
Dan karena Nabi shollallahu alaihi wa sallam melarang dari Qaza.
Qaza itu adalah membotak sebagian ( kepala ). Maka hal ini menunjukkan bolehnya membotak secara keseluruhan.
Syaukani rahimahullah berkata di dalam kitab Nail
Authoor di waktu dia berbicara tentang hadits yang dicantumkan oleh
pengarang Al-Muntaqo tadi : Di dalam hadits tadi terdapat dalil
bolehnya membotakkan kepala secara keseluruhannya.
Ghazali
berkata, Tidak apa-apa ( membotakkan kepala ) bagi siapa menginginkan
kebersihan. Dan di dalam hadits itu ( juga ) terdapat bantahan kepada
orang yang membencinya ( botak ).
Oleh karena itu tidak ada bagi seorang pun dari kalangan pemuda yang
ditimpa penyakit suka menyerupai ( mencontoh ) orang-orang kafir dan
fasiq, pada rambut mereka, untuk bertamengkan sunnah. Sesungguhnya hal
tersebut adalah sunnah adat kebiasaan, bukan sunnah ibadah. Apalagi
kebanyakan dari mereka tidak mencontoh Nabi shollallahu alaihi wa
sallam pada apa yang diwajibkan kepada mereka, seperti
menggunting kumis dan memelihara janggot.
Artinya :
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang
menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya (Surat : 50, ayat : 37 ).
Lelaki ingin menyimpan rambut panjang; tidaklah dilarang agama
kerana rambut Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri adakalanya
beliau membiarkan panjang hingga ke bahu. Dalam
Saheh al-Bukhari, terdapat hadis dari Anas yang menceritakan; “
Rambut Rasulullah mencecah dua bahunnya” (Saheh al-Bukhari, kitab al-Libas, bab al-Ja’di, hadis no. 5452).
Walau bagaimanapun, hendaklah dipastikan gaya rambut tidak menyerupai orang kafir atau orang-orang fasik kerana Nabi bersabda; “
Sesiapa menyerupai suatu kaum, ia dari kalangan mereka” (HR
Imam Abu Daud dari Ibnu ‘Umar. Lihat; Sunan Abi Daud, kitab al-Libas, bab Fi Lubsi as-Syuhrah, hadis no. 3512).
Rambut Wanita Haramkah?
Doktor Iyadah Al-Kabisi mengatakan :
“Seorang wanita boleh
memotong rambutnya, asalkan tidak sampai batas menyerupai kaum
laki-laki. Dalil yang menunjukkan atas kebolehannya ialah, apa yang
pernah dilakukan oleh para ibu kamu mukminin. Mereka biasa memotong
rambut mereka sampai ke batas telinga.”
- Haram hukumnya seorang wanita memotong rambutnya sehingga menyerupai wanita-wanita kafir, berdasarkan sabda Rasulullah,
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk di antara mereka.”
- Haram hukumnya bagi seorang wanita memotong rambutnya sehingga menyerupai kaum laki-laki, berdasarkan Sabda Rasulullah
“Allah melaknati wanita-wanita yang menyerupai kaum lelaki, dan lelaki-lelaki yang menyerupai kum wanita”
- Nabi melarang seorang wanita mencukur rambutnya